actasurya.com – Komunitas Roodebrug Soerabaia meluncurkan sebuah buku pentigraf (cerpen tiga paragraf) yang bertemakan sejarah, Rabu (14/2) di C2O library & collabtive Jl. Dr. Cipto no.22 Surabaya. Launching buku berjudul Kemana Perginya Para Perwira ini dihadiri oleh penulis dari komunitas ini sendiri, serta beberapa orang pecinta buku sejarah dan kerabat dari penulis
Acara berlangsung dari pukul 18.30-21.00 WIB itu dimoderatori oleh Rintahani Johan Pradana. Dalam acara kali ini lebih berfokus pada bedah buku dan sharing para penulis . Sesi awal dibuka oleh pernyataan salah satu editor buku Rintahani Johan Pradana.
“Belum … belum ada yang benar-benar jago menulis, awalnya sulit untuk teman-teman menuangkan ide kedalam tulisan. Penilaian pertama sih bahasannya masih kaku namun berkat kerjasama saya dan teman-teman satu komunitas buku ini akhirnya rampung,” jelasnya.
Bersama editor lain, Ardi Wina Saputra serta Kurator buku Ady Setyawan, mereka menceritakan bagaimana proses awal penulisan buku serta tantangan untuk mengumpulkan dan memperbaiki karya pentigraf dari masing-masing penulis. Hadir pula para penulis yang antusias bercerita pengalaman masing-masing selama penulisan, dibarengi pengunjung menyimak dengan seksama sambil menikmati hidangan yang disediakan.
Penulisan buku ini sejak Agustus 2017 dimana satu-persatu anggota komunitas Roodebrug menyerahkan pentigraf mereka masing-masing. Kurator buku Ady Setyawan menjelaskan konsep kumpulan pentigraf yang dipakai dalam penulisan buku ini karena melihat kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat berkembang.
Maka pentigraf adalah alternatif ideal untuk menjawab eksistensi cerpen di tengah hiruk pikuk bisingnya arus informasi. Juga karena pentigraf ini adalah imajinasi baru yang diperoleh penulis dari hasil menggabungkan pengalaman-pengalamanya menjadi tiga paragraf saja.
Buku Kemana Perginya Para Perwira ini merupakan kumpulan cerpen dari 22 penulis anggota komunitas Roodebrug Soerabaia , seperti yang dielaskan salah satu penulis Aryo Widodo “Di buku ini saya menampilkan 4 pentigraf dengan judul Bukan Musuh, Sajak Perang, Masa Lalu dan Curhat . Bagi saya pentigraf ini bentuk kemauan memulai karya di dunia literasi yang masih sangat awam,” ujarnya.
Sementara Anggun Esti Wardani sebagai illustrator sekaligus penulis buku, bercerita bagaimana proses buku ini sampai final, sempat ada keinginan agar buku ini diberi ilustrasi dengan dominan berwarna hijau sesuai dengan identitas Surabaya sebagai kota taman terbaik se-Asia Tenggara, namun mendekati penerbitan hadirlah bernuansa soft dengan warna dasar beige dan tergambar 3 orang, salah satunya sipenulis yakni Gepeng.
Sampai pukul 21.00 WIB, hampir seluruh penulis bercerita menngenai kesan yang tak terlupakan selama penulisan pentigraf, diakhir acara sambutan penutup oleh moderator Rintahani Johan Pradana bersama Ady Setyawan dan Ardi Wina Saputra dan ditutup Gepeng dengan seruan “Salam satu nyali. Wani .” tutupnya. (N/F : Jelita & Eric)